Showing posts with label kisah penari. Show all posts
Showing posts with label kisah penari. Show all posts

Saturday, 6 August 2022

Kisah Penari Gila Karena dikekang Suami Episode 2... Kepingan rasa

 

(Original story by Kartini Budiasti. Dilarang mencopy ya... Tersedia di GoodNovel)

Episode 2. Kepingan rasa

Aku adalah wanita yang lembut. Tak pernah sekalipun aku marah apalagi membantah. Pernah satu kali aku menjawab suamiku dengan mengatakan alasan aku melakukan hal yang tidak disukai suamiku. Namun apa yang terjadi? Dia membanting pintu keras sekali sambil matanya menatapku tajam. Aku hanya bisa menangis di kamar.

“Lalu kamu maunya apa? Pakai ojek saja kalau tidak bisa menjemput anak – anak. Kalau memang alasanmu cape!”

“Bukan mas, aku ingin kamu tahu pekerjaan rumahku banyak mas. Kalau aku telat menjemput harusnya kamu ngerti mas.” ucapku dengan suara bergetar menahan tangis.

Begitulah suamiku bila harus berdebat. Dia tidak akan mendengarkan beribu alasan kalau memang tidak sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Padahal aku hanya ingin dipeluk dan disayangi.

Sepuluh tahun sudah aku berumah tangga. Aku tak menampik aku bahagia dengan tingkah lucu keempat anakku. Di luar semua yang kurasakan dengan larangan suamiku. Aku masih bersyukur memiliki mereka. Anak – anakku adalah hadiah terbesar dalam perjalanan hidupku.

Tumpukan kata larangan, ribuan tangisan bahkan pelukan yang hampir tidak pernah aku rasakan membuatku tak tahan. Air mataku terlampau kering karena sudah habis kesabaranku. Aku tak pernah meminta suamiku mengijinkanku menari karena memang pernah aku bahas sebelum aku hamil. Namun saat itu aku masih menyetujuinya karena bayangan kebahagiaan sebuah pernikahan dengan anak – anak yang lucu.

“Kelak kau mau anak berapa?”

“Aku pengennya dua saja mas. ” ujarku tersenyum.

“Dikit amat. Lima saja ya. Biar ramai rumah kita. ” suamiku berkata dengan yakinnya. Saat itu aku hanya terdiam. Karena jujur aku memiliki firasat aneh. Perkenalan dengan suamiku yang singkat membuatku tak terlalu mengenal perangainya.

Aku mengenal suamiku ketika kupentas di kota Samarinda. Dia menjadi panitia teater tempatku pentas. Maka jelas sekali dalam ingatanku bahwa dia mengetahui aku seorang penari. Namun setelah menikah, dia sama sekali tidak menyinggung profesiku dulu. Bahkan anak – anak tidak diberitahunya bahwa aku penari. Dia benar – benar hendak menghilangkan identitasku.

Saat aku berpacaran dengan suamiku dulu,  hampir semua temanku tidak menyetujuinya. Bahkan kedua orangtuaku melarang.

“Lus, dia baik sih. Kerjaan pun ok. Tapi aku kok kurang sreg ya sama dia.” Dian sahabatku mengingatkanku.

“Kurang sreg gimana?”

“Gimana ya. Semenjak kamu sama dia, auramu ga keluar lus. Jadi pendiam. Jarang kumpul sama kita. Pokoknya kaya bukan kamu yang dulu lah.”

“Ya sudahlah Dian. Moga – moga itu hanya perasaanmu saja. Edi yang kukenal baik sekali. Dia terlihat memiliki visi dalam hidupnya. Semangat untuk menata masa depan yang aku suka.” ujarku menguatkan.

“Hmm ya masa depan dia. Masa depanmu?” kali ini Dian berbicara seolah dia meramal masa depanku.

Benar saja yang Dian khawatirkan. Aku merasa tidak bisa menata hidupku. Aku hanya menata hidup mas Edi dengan menyatukan kepingan keinginan suamiku menjadi mozaik yang bersatu. Walaupun seharusnya mozaik itu adalah milikku juga. Namun aku tak diberikan kesempatan menempelkan kepingan satupun.

Bukan Dian saja yang melarangku melanjutkan hubungan dengan Edi, suamiku. Tetapi kedua orangtuaku pada awalnya tidak menyetujuinya. Kata mereka aku berubah semenjak kenal Edi. Perangaiku menjadi tak periang bahkan badanku kurus. Padahal jujur aku tak merasakan apa yang mereka bilang. Entah karena aku sedang dimabuk cinta. Maka larangan yang suamiku berikan dulu kukira adalah wujud cinta.

“Hapus nomer mereka semua! aku tidak suka!” ujar suamiku dulu.

“Tapi mereka Cuma teman mas. Aku tak pernah berpikir apapun.” ucapku sambil mencoba menata hati.

Kuakui semenjak pacaran, suamiku sangat cemburuan. Tidak ada nomer telepon lelaki di handponeku saat itu. Edi benar – benar menghapusnya. Berselisih hanya karena aku mendapat pesan singkat dari temanku yang laki – laki. Padahal hanya menanyakan tugas kuliah.

Perangai suamiku dulu tidak aku sadari berdampak pada kehidupanku. Saat itu kupikir sikapnya begitu karena rasa cintanya padaku. aku benar - benar dibutakan cinta. Perkenalan singkat berlanjut pada sebuah pernikahan. Orangtuaku akhirnya merestuiku. Edi menunjukkan keseriusannya dengan meminangku datang ke rumah. Pekerjaan Edi sebagai kontraktor dinilai cukup untuk merangkai masa depan yang cerah. Perangai Edi yang suka mengaturku belum terlihat ketika kami pacaran. Aku sering mengabaikan ketika kami bertengkar. Karena kukira hanya karena kecemburuan Edi padaku saja. 

 Bersambung....

 

Friday, 29 July 2022

Kisah Penari Gila Karena dikekang Suami Episode 1 ...Pada masa itu...



(Original story by Kartini Budiasti. Dilarang mengcopy ya...Tersedia juga di GoodNovel)


Episode 1. Pada Masa itu...

Sebut saja namaku Lusi. Aku adalah mantan penari Jaipong di kota kelahiranku, Jogja. Badanku langsing, gemulai indah tanganku dan tubuhku yang lentur serta sanggul tertata rapi selalu membius setiap mata di setiap panggung yang mengundangku. Suara riuh penonton diikuti decak kagum atas penampilanku membuat aku bisa menari sampai melanglang buana ke luar negeri. 

Hingga tiba saatnya aku menikah. Suamiku, sebut saja namanya Edi. Dia lelaki yang sangat baik. Dia mencukupi semua kebutuhanku. Tapi hanya satu yang kusesali. Dia melarangku menari.

Semua harus kutinggalkan. Aku pun terpaksa menuruti keinginannya. Hingga tahun demi tahun selalu kupendam sedih. Tapi aku tak berani menyatakan keinginanku ingin menari kembali walau hanya satu kali. Aku sangat rindu dengan riuh suara penonton. Aku rindu musik gamelan mengalun merdu. Arghhh Sungguh sangat menyiksaku.

“Cantik sekali mama...” ujar anak bungsuku.

“Iya donk! ...mama siapa dulu.” akupun menggoda balik.

"Ini yang memakai kebaya merah, mama? Kok kaya bukan mama sih. Terus ini foto mama ada dimana?" ujar anakku sambil menunjuk salahsatu foto. 

"Ini waktu mama pentas di Amerika sayang. Iya ini benar mama."

"Wah keren banget mama. Bisa jalan -- jalan ke luar negeri."

Dalam hati aku menangis pilu mendengar ocehan anakku. Air mata menetes tak tertahan tatkala melihat foto album kenangan ketika aku menari. Aku rindu sekali masa itu. Dengan kulit kuning langsat, mata bulat dan kebaya merah yang cantik aku menari Jaipong. Takkan aku lupakan masa indahku.

Negara paling sering aku kunjungi adalah Belanda. Kami melakukan pentas menari atas undangan kedutaan besar. Sanggar yang aku ikuti kebetulan salah satu langganan istana di kota Jogjakarta. Sehingga akses untuk pentas di luar negeri cukup mudah. Aku sangat beruntung sekali. Diantara ribuan penari  berbakat pada masa itu, aku selalu terpilih sebagai perwakilan sanggar.

“Pantas saja Lusi selalu terpilih. Dia kan ditaksir anak Pak Dibyo.”

Desas – desus selalu mampir ke telingaku acapkali pentas ke luar negeri. Pak Dibyo adalah sang pemilik sanggar. Beliau memang dekat denganku. Anak tunggal lelakinya memang menyukaiku. Tetapi beliau tahu aku hanya menganggapnya sebatas teman.

Aku selalu acuhkan pendapat orang tentangku. Semakin banyak orang membicarakanku, makin memberikan semangat untuk membuktikan kemampuan terbaikku. Bukannya sombong, selain putra pak Dibyo, banyak sekali kumbang yang mendekatiku.

Pernah suatu hari saat rindu sekali menari, aku mendengarkan radio  di kamar secara diam – diam. Aku liukkan tubuhku mengikuti tempo lagu. Namun... aku tak menikmatinya. Rasa was – was takut terdengar anakku dan terbayang mereka memberitahu suamiku sayup terdengar di telingaku. Arghhh kupendam rinduku kembali.

“Maaa... dimana baju sekolahku ma?”

“Di lemari mama nak. Kemarin mama belum membereskannya kembali. Jam berapa kamu pulang nak?” tanyaku pada anak gadisku.

“Jam 2 ma. Rere mau kerja kelompok dulu nanti.”

“Baiklah nak. Hati – hati ya.” diiikuti suara langkah Rere yang perlahan menghilang. Aku pun melanjutkan kegiatanku memasak di dapur karena sebentar lagi Soni, anak ketigaku, akan bangun dan meminta makan. Ya, aku adalah ibu yang memiliki anak empat. Sehari – hari aku isi dengan kegiatan rutin menjadi ibu rumah tangga seutuhnya. Suamiku adalah tipe orang yang selalu menuntutku menjaga anak – anak di rumah. Aku dilarang bekerja. Bahkan tidak memperbolehkan berkumpul dengan temanku walau hanya sebatas arisan misalnya. Dia sangat memegang adat bahwa istri harus menurut apa kata suami.

“Tuh lihat, ibu macam apa mereka. Anak ga diurus. Tapi malah ngerumpi di jalanan. ” gerutu suamiku bila melihat ibu – ibu kompleks berkumpul. Padahal bisa saja mereka lebih jago mengurus rumah daripada aku. Terkadang, aku ingin merasakan seperti mereka. Sekedar bertukar pikiran melepas penat setelah mengurus rumah atau sekedar bicara santai mengenai banyak hal. Namun lagi – lagi , kusimpan semua itu dalam hatiku. Aku takut sekali membantah suamiku. Bayangan pernikahan yang kuimpikan tak seindah kenyataan. Aku terjebak dalam lingkaran yang sulit aku kendalikan. Entah ini egoku atau memang takdirku.  Aku selalu bertanya pada hatiku sendiri.

 Bersambung....

 

 


Postingan Unggulan

Review 6 Drama Korea Terbaru tahun 2020

Annyeonghaseo... drakor mania . Penulis sudah lama ya tidak me review drama korea yang lagi hits. Nah, semoga ulasan penulis kali ini m...

Postingan populer