Showing posts with label opini. Show all posts
Showing posts with label opini. Show all posts

Saturday, 10 April 2021

Sistem zonasi di Indonesia apakah efektif?

 

Hallo sahabat semua...kali ini penulis akan mengupas tema yang lumayan berat nih ya.. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri terkait masalah zonasi penerimaan siswa/siswi baru yang layak kita kaji ulang.

Sebelum peraturan baru terkait zonasi, kita lebih mengenal dengan istilah NEM atau nilai ebtanas murni yang dijadikan patokan peserta didik diterima di sekolah lanjutan. Sehingga bila NEM yang dihasilkan peserta didik tinggi maka otomatis mereka dapat bebas memilih sekolah yang diinginkan. Maka istilah sekolah unggulan muncul ketika peserta didik mendaftar di sekolah tersebut.

Seiiring waktu, pemerintah mulai mengkaji ulang peraturan baru dengan maksud meningkatkan kualitas pendidikan. Maka dikenallah istilah zonasi. Namun apakah efektif dalam pelaksanaannya? .

Sebelum kita kupas masalah zonasi. Kita ketahui dahulu apa itu zonasi. Zonasi adalah jalur yang disediakan bagi peserta didik yang berada di dalam satu lokasi yang dekat dengan sekolah selama minimal satu tahun dengan dibuktikan KTP atau kartu keluarga dan siswa tidak perlu lagi melalui ujian masuk.

Adapun tujuan sistem zonasi sekolah adalah memeratakan akses Pendidikan, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghapuskan eksklusivitas dan diskriminasi, membantu analisis perhitungan kebutuhan guru dan distribusinya, mendorong kreativitas guru, membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan.

Jalur sistem zonasi merupakan jalur penerimaan siswa berdasarkan zona tempat tinggal. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 memberlakukan jalur penerimaan ini. PPDB tahun 2020 dapat diikuti calon siswa yang akan masuk TK, SD, SMP, serta SMA/SMK.

Penggunaan sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru merupakan salah satu jalur untuk bisa diterima di sekolah. Penerapan sistem zonasi sebenarnya menyasar siswa baru agar mendaftar sekolah sesuai tempat tinggal.

Aturan sistem zonasi PPDB tercantum pada Permendikbud No. 14 Tahun 2018. Harapannya, sekolah favorit dan non-favorit tidak memiliki sekat. Tahun 2020, kuota yang diberikan untuk jalur zonasi PPDB minimal 50 persen di setiap sekolah.

Sistem zonasi yang diberlakukan pada tahun 2020 memiliki sejumlah perbedaan dengan sistem zonasi PPDB 2019. Perbedaan tersebut mencakup jumlah kuota dari jalur zonasi. Pada tahun 2019, kuota siswa untuk jalur zonasi sebesar 80 persen dari 100 persen. Tahun 2020, kuota jalur zonasi berkurang menjadi 50 persen.

Berkurangnya kuota untuk jalur zonasi PPDB 2020 dipengaruhi pemerataan wilayah yang belum bisa mengikuti PPDB online. Oleh karena itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengeluarkan kebijakan baru. Dampak dari pengurangan kuota untuk sistem zonasi berimbas pada jalur lainnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menetapkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 masih menggunakan jalur zonasi. Ada empat jalur dalam penerimaan PPDB, yaitu afirmasi, zonasi, perpindahan tugas orangtua/ wali, dan atau prestasi. Nadiem menyatakan, tidak semua daerah siap menjalankan kebijakan zonasi. Karena itu Kemendikbud mengeluarkan kebijakan kompromi dari zonasi dengan menambah kuota jalur prestasi menjadi 30 persen (sebelumnya 15 persen), dan mengurangi kuota jalur zonasi menjadi minimal 70 persen (sebelumnya minimal 80 persen).

“Jadi bagi orang tua yang sangat semangat mendorong anaknya untuk mendapatkan angka (nilai) yang baik, prestasi yang baik, ini menjadi kesempatan mereka untuk mencapai sekolah yang diinginkan,” ujar Nadiem, seperti dikutip Kemendikbud.

Namun ia menegaskan, kuota zonasi sebesar 70 persen itu tetap harus mengikuti tiga kriteria, yaitu minimum jalur zonasi 50 persen, jalur afirmasi (pemegang Kartu Indonesia Pintar) 15 persen, jalur perpindahan 5 persen dan 30 persen jalur prestasi.

Namun dalam pelaksaannya apakah cukup efektif bagi peserta didik? Apakah sistem zonasi dapat menghilangkan paradigma sekolah unggulan? sekali lagi masih banyak masalah di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan. Kenyataannya karena sistem zonasi, banyak siswa pintar atau berprestasi tidak dapat melanjutkan sekolah mereka ke sekolah yang mereka impikan.

Sistem zonasi tidak mudah diberlakukan di negara kita. Mengapa? karena fasilitas dan sumberdaya pengajar untuk sekolah belum merata. Maka ketika siswa pintar memiliki rumah di pelosok desa yang bukan wilayah zona aman tidak dapat merasakan atau berkembang potensinya karena harus bersekolah di tempat yang dekat dengan rumahnya. Sistem zonasi harusnya diberlakukan bila seluruh sekolah di Indonesia memiliki standar sama dalam fasilitas, sumber daya guru dan kesempatan berkembang dalam menggali bakat mereka.

Wacana sistem zonasi sangat bagus dalam visi pemerataan pendidikan, namun dalam pelaksaannya masih jauh dari kata berhasil. Perbaruhi dahulu standar mutu pendidikan sekolah yang sama di seluruh Indonesia. Baru kita berlakukan sistem zonasi. Sehingga tidak ada kata kecewa bagi peserta didik yang telah berusaha mendapatkan nilai terbaik mereka namun lagi – lagi terpentok masalah zonasi.

So bagaimana sahabat ? semoga ada titik terang Kemendikbud untuk merombak peraturan baru ya..minimal kembali lagi dengan istilah NEM sebagai tolak ukur peserta didik memasuki jenjang selanjutnya. Toh istilah sekolah unggulan akan sulit dipatahkan bahkan sampai perguruan tinggi. O ya, akan saya lanjut masalah zonasi terbaru yang berlaku di tahun 2021 ini. So ikuti terus blog ini ya....salam semangat

 

Sumber : Kompas,Kemendikbud, sindonews

 



Saturday, 19 December 2020

Informasi Penerimaan Peserta Didik Baru jenjang PAUD, SD, SMP Kota Bogor

Hallo sahabat, bunda, ayah atau adik - adik semua... kali ini penulis akan memberikan informasi seputar penerimaan peserta didik baru jenjang PAUD, SD, SMP Kota Bogor tahun 2020. yuk kita simak....





Mekanisme seleksi calon peserta didik SD:


Mekanisme seleksi calon peserta didik SMP:



Penulis sedikit mengulas untuk penerimaan peserta didik baru tingkat SMP dapat melalui jalur afirmasi, jalur perpindahan orangtua dan tenaga kependidikan, jalur tenaga medis, jalur prestasi dan jalur zonasi.  Untuk contoh perhitungan skor dapat kita lihat pada gambar berikut:






Semoga informasi ini berguna untuk bekal putra - putri kita memasuki jenjang yang diinginkan. Semangat dan berdoa terus agar kita semua selalu sehat, pandemik segera berakhir dan proses belajar tatap muka akan berlangsung. Ingat selalu untuk menjaga protokol kesehatan dimanapun kita berada.

Sunday, 28 June 2020

Ketika Guru menjadi Tukang Gorengan

Sebelum cerita soal gorengan, terdapat kisah salah satu guru di sekolah negeri di kota besar. Sebut saja namanya bu Widi. Beliau adalah seorang guru honorer di salah satu SD Negeri favorit di kota tersebut. Tau kan guru honorer? Gaji tak seberapa tapi masih harus gigit jari menunggu dana BOS (bantuan operasional sekolah) turun. Alhasil kadang beliau tidak gajian selama beberapa bulan. Adapula guru honorer tambahan yang tidak dibayar pemerintah, tetapi dari dana urunan orangtua murid alias dana komite. Ketika awal masa pandemik baru dimulai, bu Widi harus menahan diri karena gaji tertahan 3 bulan. Lalu dia mengadu sama siapa? sekolah pun angkat tangan bila menyangkut dana pemerintah. Alhasil hanya kesabaran dan putar otak para guru honorer mengisi perut mereka dengan cara lain agar bertahan. Di satu sisi, guru – guru di sekolah elite dengan bayaran siswa fantastis lah yang tetap berkibar. Apalagi ketika lebaran tiba, uang THR dan parcel lengkap dengan ucapan sukacita membanjiri kolom group WA.

Balik lagi soal bu Widi. Nah, karena gaji tertahan 3 bulan. Beliau makan apa? tidak mungkin mengharapkan dana urunan orangtua. Toh banyak yang susah juga. Karena sekolah beliau adalah sekolah orang kebanyakan alias bukan orang – orang ber”punya”. Tetapi kalau dibilang punya, mereka juga punya sih alias punya utang dan punya tanggungan. Alhasil, bu Widi bertahan dengan mengikuti perkembangan jaman. Beliau menjadi guru privat online. Info pribadi beliau sebar di facebook bila ada yang membutuhkan jasanya. Alhamdulilah, walau dengan keterbatasan kuota, bu Widi sukses menjadi guru privat jarak jauh. Hasilnya lumayan membantu beliau hidup. Lalu bagaimana bila ada guru honorer yang kuno alias tidak bisa mengikuti teknologi jaman sekarang? Yah terpaksa mereka banting setir. Ada yang menjadi pedagang gorengan dadakan, penjual handsanitizer dadakan, penjual es dadakan. Semua serba dadakan seperti tahu goreng digoreng dadakan lima ratusan. Asal halal tak apa. Daripada anak istri tidak makan.

Nah,negara Indonesia sekarang sudah tahap new normal nih ya. Terus guru honorer masih banting setir jadi pedagang gorengan tidak?  Ya masih lah. Kan sekolah belum di mulai. Perut perlu di isi tiap hari. Masa mau berhenti, terus demo ke Menteri Nadiem agar gaji dibayar rutin? Beliau aja pusing mikirin dibuka sekolah kapan.  Semoga sempet memikirkan guru honorer udah makan apa belum. Mimpi mereka di angkat PNS semakin jauh aja masa pandemik gini. Yang ada malah pemerintah berpikir, kita tidak empati terhadap pemerintah kalau terus menuntut.

Ya sudahlah…, masih ada Widi – Widi lain dan para guru honorer di luar sana yang perlu bantuan. Tugas kita juga meringankan beban mereka. Kita bantu dengan hal – hal kecil. Misalkan di sekitar kita, ada guru honorer yang perlu dibantu. Ya bantu dengan meminta jasa beliau memberikan les anak. Atau ada guru honorer yang berjualan untuk penghasilan tambahan, maka mari kita beli dagangannya. Toh kita tidak merugi dengan membantunya. Yuk kita lakukan dari hal sekitar kita.  Semoga para guru kita selalu di berikan kesehatan dan keberkahan hidup ya. Amin YRA.

Postingan Unggulan

Review 6 Drama Korea Terbaru tahun 2020

Annyeonghaseo... drakor mania . Penulis sudah lama ya tidak me review drama korea yang lagi hits. Nah, semoga ulasan penulis kali ini m...

Postingan populer